Mau naik Gunung Slamet tapi ogah lewat jalur itu-itu saja? Mungkin sudah saatnya kamu lewat Jalur Penakir. Pendakian Gunung Slamet via Jalur Penakir akan membuatmu merasakan sensasi yang berbeda dibanding jalur-jalur lain.
Tapi supaya pendakianmu lebih seru, sebelum mendaki lewat Penakir kami mesti tahu 7 hal berikut dulu:
1. Bukan jalur baru
Jalur pendakian ini sebenarnya bukan jalur baru. Rute pendakian Gunung Slamet via Penakir sudah lama ada dan digunakan oleh warga, pendaki Pemalang dan sekitarnya, juga pendaki luar yang tahu tentang jalur ini. Sekarang jalur ini dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat.

2. Akses transportasi publik yang mudah menuju “base camp”
Tidak terlalu sulit sebenarnya untuk menuju Base Camp Penakir. Informasinya saja yang kurang. Kalau kamu dari arah Semarang dan Jakarta, kota yang dituju adalah Pemalang.
Dari sana kamu harus lanjut ke Kecamatan Moga, melewati Kecamatan Randudongkal di Pemalang Selatan, menumpang bis kecil. Perjalanan dari Moga dilanjukan dengan pick-up sewaan menuju Base Camp Penakir. Sementara itu kalau kamu dari arah Purwokerto, naik saja bis arah Pemalang, turunlah di Randudongkal, terus lanjut ke Moga.

3. Ketersediaan air
Di jalur ini tidak ada mata air, namun ada beberapa aliran air di Pos 1 dan Pos 6 yang bisa kamu temukan di musim hujan. Sayangnya kalau musim kemarau takkan ada aliran yang akan kamu jumpai di jalur ini. Konsekuensinya kamu harus membawa kebutuhan air sesuai kebutuhan.

4. Cantigi raksasa dan padang edelweiss
Tak jauh dari Pos 5 ada pohon cantigi raksasa. Tingginya sekitar lima meter dan butuh dua rentangan tangan orang dewasa untuk melingkari pohon itu. Pohon cantigi dikenal masyarakat setempat sebagai dregel. Karena itulah Pos 5 jalur pendakian Gunung Slamet via Penakir ini diberi nama Pos Dregel.
Selain itu, setelah Pos 6 juga terdapat lorong sempit yang diapit pepohonan edelweiss lebat yang tingginya sekitar dua meter.

5. Gunakan celana panjang dan baju lengan panjang
Jalur pendakian Gunung Slamet via Penakir ini relatif rapat dari bawah sampai atas. Sepanjang jalur kamu akan menemui semak belukar, semak berduri, jelatang, hutan lamtoro yang rapat, dan padang rumput. Di musim hujan banyak pacet di jalur ini.
Jadi sangat disarankan untuk menggunakan celana panjang dan baju lengan panjang—lebih baik plus gaiter—supaya lebih aman.

6. Areal kamp yang sempit
Areal untuk berkemah di setiap pos tidak terlalu besar, terlebih di Pos 5 dan 7. Oleh sebab itu perlu manajemen yang bagus, termasuk manajemen waktu dan penentuan lokasi berkemah.
Jika tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan, Pos 3 adalah lokasi yang pas untuk mendirikan tenda. Di sana kamu bisa menggelar empat tenda. Namun jika kamu masih memiliki waktu untuk melanjutkan pendakian, Pondok KASUS yang berada tak jauh dari Pos 6 adalah tempat yang cocok, sebab arealnya lebih luas meskipun sedikit terbuka.

7. Jalur yang lurus dan menanjak
Persiapan fisik sebelum pendakian adalah keharusan. Kenapa? Lihat saja di peta. Jalur ini tampak lurus dan menanjak. Kenyataannya memang hampir tak ada trek “bonus” sepanjang perjalanan, terutama setelah Pos 2. Jalur akan selalu sempit, menanjak, dan menantang.
Bagaimana? Minat melakukan pendakian Gunung Slamet dengan jalur yang berbeda? Kalau iya, jangan lupa persiapkan fisik dan logistik dengan sebaik-baiknya, ya.